Suatu sore
seorang kawan bertanya kepadaku…
“ Rin, Kamu tau Seruni gak? ”
dengan nada sedikit ragu -karena
disaat yang bersamaan otakku mencoba menyaring daftar barisan nama Seruni- kujawab mengarah pada seseorang
yang mungkin dia maksud
“ii..iyaa, tau, tau kok tau. Penulis
kan? Kenapa dengan Seruni?”
“Ah enggak kok, Cuma pengen nanya
aja. Kali aja kamu gak tau Rin”
“Tau lah, orang aku baca novelnya!!”
dengan cepat kubalas.
“Dia keren banget yah, aku ngikutin
loh dari seri Blind Love pertama
sampai ketiganya.”
“Iyah.. keren yah” sebenarnya ini
bukan jawaban bulat, karena jujur saja aku belum tamat membaca seri yang
terakhir.
“Aku kagum deh sama dia. Aku kagum
sama cara dia nulis, nuangin pikirannya, ngena banget ke aku. Aku yakin orang
yang baca novel dia setuju sama opini aku”
“Cieee fansnya nihh ,hehe” Sekali
lagi, aku tidak tau respon apa yang harus aku berikan untuk menanggapi
kekaguman Wina.
Akhirnya
obrolan ketidaktahuan dan keragu-raguan itu berakhir pada 05.20. Beberapa menit
setelah pertanyaaan mengejutkan yang dilontarkan Wina. Lebih tepatnya sebelum
ia selesai merapihkan kuas cat bekas lukisan sore hari yang rutin kami lakukan setiap
seminggu sekali.
---------------------------------------------------------------------------------------------
Sesaat, topik obrolan sore tadi melintas dalam pikiranku. Ada
satu kata yang kuambil sebagai kata kunci yaitu kagum. Aku mencoba mengingat-ingat kembali segala hal yang
berhubungan dengan istilah kagum, kucoba
dengan memberi imbuhan mengagumi,
dikagumi . . ah sudahlah, aku malah
semakin bingung. Tapi, kalimat Wina saat
berbicara “ Aku kagum sama dia ” kembali berkeliaran di pikiranku. Yah memang
betul novel-novel Seruni itu pantas untuk dikagumi. Tulisan, pemilihan kata
atau diksinya sangat pas. Pantas jika banyak readers yang mengeluh-eluhkan sosoknya. Sosok? Sepertinya kurang pas, mungkin Karya lebih tepatnya.
Aku jadi membayangkan sepertinya enak juga ya menjadi seperti
Seruni. Secara ‘sedikit’ sengaja ia menggiring para pembaca mengenal gaya
tulisannya. Dan mungkin ada beberapa orang yang pintar membaca karakter dengan
mudah mengenali karakteristiknya. Tidak harus melihat sosoknya namun cukup
memahami karyanya, seakan mereka tersihir masuk ke dalam alam pemujaan idola.
Tapi setelah kupikir ulang, sepertinya itu hal wajar.
Bagaimana tidak, ia dikagumi bukan semata mata karna sosoknya. Ia dikagumi para
pembacanya dengan melewati sebuah proses. Proses
Pemahaman. Jika aku ilustrasikan mungkin jadinya seperti :
Pertama, Sampul novel adalah
fisiknya. Ini biasanya ditonjolkan untuk memikat mata para pembaca pada
tingkatan melihat. Yah bisa dibilang
purposenya untuk membuat pembaca “Falling in love at the first sight”. Kemudian
berlanjut pada sinopsis di sampul belakang yang menjadi bahan hipotesa awal
para pembaca untuk mengenal. Yang ketiga, daftar isi sebagai penelitian cerita
apa yang akan disampaikan. Dan terakhir memahami. Kurasa ini proses tersulit.
Kalau penulis tidak memberikan bahan menarik, mungkin sebagian pembaca akan
berhenti membaca dan menyerah untuk menamatkan bacaannya. (Ini sih
pengalamanku). Dalam proses ini butuh kesabaran ekstra bagi para pembaca untuk
masuk ke dalam karya si penulis. Pengalaman, imajinasi dan rasa ingin tau yang lebih dalam adalah beberapa faktor yang memberikan
kemudahan untuk menankap rangkaian demi rangkaian sebuah tulisan. Fase ini
pembaca diuji untuk sabar dalam mengikuti sebuah alur secara bertahap hingga
akhirnya mereka dapat memahami adegan dan penghayatan yang tercermin dalam kata-kata.
Sampai pada akhirnya mereka dapat menyimpulkan cerita di akhir halaman sebuah
biografi penulis. Memberikan peilaian kualitas dari sebuah buku.
Cukup panjang ternyata bila
digambarkan seperti itu. Tapi baiknya adalah aku jadi bisa mengambil kesimpulan
bahwa rasa Kagum tercipta oleh rangkaian proses. Jika ku coba analogikan dengan
kehidupan nyata. Aku dapat mengatakannya “Kekaguman abadi tidak lahir secepat
waktu tempuh pesawat dari Bandung ke Jogja. Ini lahir akibat proses
penglihatan, pengenalan, penelitian dan pemahaman penikmatnya”
Aku jadi ingin menjadi seorang penulis..,
dikagumi banyak orang bukan semata mata mereka melihat atau berempati kepada
sebuah sosok, dikagumi bukan dari hitungan detik, tapi dikagumi secara abadi
dengan ketulusan hati pembacanya.
---------------------------------------------------------------------------------------------
Aah Wina, wina.. Kau membuat malamku berubah menjadi
sensitif.