Kamis, 05 November 2015

Idola November

Pantas saja jika malam ini mataku memilih terbuka
Pantas saja jika malam ini semangatku masih tersisa
Ternyata hujan datang tiba tiba
Menjadi musik untuk mereka yang sedang berpelukan
Menjadi teman untuk dia yang kesepian
Menjadi hura untuk yang dinantikan
Menjadi sendu untuk dia yang malang
Menjadi candu untuk dia yang menginginkan
Menjadi pilu untuk dia yang terabaikan

Entah ini hiperbola atau semacamnya aku tak paham
Tapi biar aku utarakan . .

Jika aku ditanya, parfum apa yang sekarang mahal harganya?
Ku jawab, parfum air hujan lah yang paling mahal
Kau tau kenapa?
Karena sudah hampir setengah tahun aku tak mencium baunya
Sebentar . . 
Biar kupejelas, maksudku adalah bau air hujan yang menembus sela-sela tanah

Ya . .
Baunya . . 
Baumu hujan, sungguh sederhana tapi melekat
Takkan pernah terlupa walau kau tak muncul separuh abad

Senin, 06 Juli 2015

Kagumi Aku seperti Kau Mengagumi Seorang Penulis



Suatu sore seorang kawan bertanya kepadaku…
“ Rin, Kamu tau Seruni gak? ”
dengan nada sedikit ragu -karena disaat yang bersamaan otakku mencoba menyaring daftar barisan nama Seruni- kujawab mengarah pada seseorang yang mungkin dia maksud
“ii..iyaa, tau, tau kok tau. Penulis kan? Kenapa dengan Seruni?”
“Ah enggak kok, Cuma pengen nanya aja. Kali aja kamu gak tau Rin”
“Tau lah, orang aku baca novelnya!!” dengan cepat kubalas.
“Dia keren banget yah, aku ngikutin loh dari seri Blind Love pertama sampai ketiganya.”
“Iyah.. keren yah” sebenarnya ini bukan jawaban bulat, karena jujur saja aku belum tamat membaca seri yang terakhir.
“Aku kagum deh sama dia. Aku kagum sama cara dia nulis, nuangin pikirannya, ngena banget ke aku. Aku yakin orang yang baca novel dia setuju sama opini aku”
“Cieee fansnya nihh ,hehe” Sekali lagi, aku tidak tau respon apa yang harus aku berikan untuk menanggapi kekaguman Wina.
Akhirnya obrolan ketidaktahuan dan keragu-raguan itu berakhir pada 05.20. Beberapa menit setelah pertanyaaan mengejutkan yang dilontarkan Wina. Lebih tepatnya sebelum ia selesai merapihkan kuas cat bekas lukisan sore hari yang rutin kami lakukan setiap seminggu sekali.

---------------------------------------------------------------------------------------------

Sesaat, topik obrolan sore tadi melintas dalam pikiranku. Ada satu kata yang kuambil sebagai kata kunci yaitu kagum. Aku mencoba mengingat-ingat kembali segala hal yang berhubungan dengan istilah kagum, kucoba dengan memberi imbuhan mengagumi, dikagumi . .  ah sudahlah, aku malah semakin bingung.  Tapi, kalimat Wina saat berbicara “ Aku kagum sama dia ” kembali berkeliaran di pikiranku. Yah memang betul novel-novel Seruni itu pantas untuk dikagumi. Tulisan, pemilihan kata atau diksinya sangat pas. Pantas jika banyak readers yang mengeluh-eluhkan sosoknya. Sosok? Sepertinya kurang pas, mungkin Karya lebih tepatnya.
Aku jadi membayangkan sepertinya enak juga ya menjadi seperti Seruni. Secara ‘sedikit’ sengaja ia menggiring para pembaca mengenal gaya tulisannya. Dan mungkin ada beberapa orang yang pintar membaca karakter dengan mudah mengenali karakteristiknya. Tidak harus melihat sosoknya namun cukup memahami karyanya, seakan mereka tersihir masuk ke dalam alam pemujaan idola.
Tapi setelah kupikir ulang, sepertinya itu hal wajar. Bagaimana tidak, ia dikagumi bukan semata mata karna sosoknya. Ia dikagumi para pembacanya dengan melewati sebuah proses. Proses Pemahaman. Jika aku ilustrasikan mungkin jadinya seperti :
Pertama, Sampul novel adalah fisiknya. Ini biasanya ditonjolkan untuk memikat mata para pembaca pada tingkatan melihat. Yah bisa dibilang purposenya untuk membuat pembaca “Falling in love at the first sight”. Kemudian berlanjut pada sinopsis di sampul belakang yang menjadi bahan hipotesa awal para pembaca untuk mengenal. Yang ketiga, daftar isi sebagai penelitian cerita apa yang akan disampaikan. Dan terakhir memahami. Kurasa ini proses tersulit. Kalau penulis tidak memberikan bahan menarik, mungkin sebagian pembaca akan berhenti membaca dan menyerah untuk menamatkan bacaannya. (Ini sih pengalamanku). Dalam proses ini butuh kesabaran ekstra bagi para pembaca untuk masuk ke dalam karya si penulis. Pengalaman, imajinasi dan rasa ingin tau  yang lebih dalam  adalah beberapa faktor yang memberikan kemudahan untuk menankap rangkaian demi rangkaian sebuah tulisan. Fase ini pembaca diuji untuk sabar dalam mengikuti sebuah alur secara bertahap hingga akhirnya mereka dapat memahami adegan dan penghayatan yang tercermin dalam kata-kata. Sampai pada akhirnya mereka dapat menyimpulkan cerita di akhir halaman sebuah biografi penulis. Memberikan peilaian kualitas dari sebuah buku.
Cukup panjang ternyata bila digambarkan seperti itu. Tapi baiknya adalah aku jadi bisa mengambil kesimpulan bahwa rasa Kagum tercipta oleh rangkaian proses. Jika ku coba analogikan dengan kehidupan nyata. Aku dapat mengatakannya “Kekaguman abadi tidak lahir secepat waktu tempuh pesawat dari Bandung ke Jogja. Ini lahir akibat proses penglihatan, pengenalan, penelitian dan pemahaman penikmatnya
Aku jadi ingin menjadi seorang penulis.., dikagumi banyak orang bukan semata mata mereka melihat atau berempati kepada sebuah sosok, dikagumi bukan dari hitungan detik, tapi dikagumi secara abadi dengan ketulusan hati pembacanya.

---------------------------------------------------------------------------------------------

Aah Wina, wina.. Kau membuat malamku berubah menjadi sensitif. 


Sabtu, 28 Maret 2015

Antara aku dan aku




" Antara aku dan aku "

Tak mau seorang pun tau siapa aku
Tak ingin seorang pun menebak siapa aku
Aku adalah aku
Hanya aku yang tau
Tak perlu kau tau

Egois . .
Tapi biarlah, karena yang aku mau adalah aku

-NN-



#3oharimenulispuisi #day2